abdullah-syuhada - uang 7 jutaan bisa dapat alat potret apa, agak susah buat saya jawabnya.
Paling saya sarankan DSLR pemula seperti Canon 700D atau Nikon D5300,
atau beberapa alat potret mirrorless basic seperti EOS M3, Fuji X-A3 atau
Sony A5100. Basic itu artinya ya fiturnya mendasar saja, tidak pakai
jendela bidik sehingga hanya mengandalkan layar LCD saja untuk memotret.
Nah review kali ini akan membahas Panasonic Lumix G7,
sebuah lensa jepret generasi agak lama yang harganya sudah turun signifikan
dari 10 jutaan menjadi 7 jutaan, sehingga jadi menarik untuk dibahas
karena value for money yang sangat tinggi sehingga akan saya rekomendasikan sebagai alternatif tustel murah meriah mantap di harga 7 jutaan.
Masuk ke segmen mana sih sebetulnya alat potret G7 ini? Yang pasti dia adalah kamera mirrorless, dengan sensor Micro Four Thirds, desain mirip DSLR dalam bentuk mini (yang artinya ada jendela bidik dan punya grip yang cukup dalam). Kabar baik dari pemotret modern adalah meski dibuat 3 tahun lalu, banyak fitur dan kemampuannya masih bisa disejajarkan dengan kamera terbaru, karena teknologi yang semakin matang belakangan ini. Jadi fitur khas Lumix seperti post focus, 4K photo, DFD auto fokus hingga 4K video juga tersedia. Disamping itu dukungan layar LCD yang articulated (bisa dilipat ke samping dan bisa diputar) menambah kebebasan angle baik memotret atau rekam video, dan tentunya sudah touch screen.
Kita tinjau kamera Lumix G7 ini dari fisik luarnya dulu ya. Bodi G7 memang tidak kecil, banyak mirrorless lain yang lebih kecil dari G7, tapi dia juga tidak sebesar DSLR. Kamera berbobot setengah kilogram ini berbahan polikarbonat plastik yang dilapisi tekstur karet yang membuatnya mantap digenggam (tidak licin). Di bagian depan ada mount lensa Micro 4/3 yang bisa dipasang sistem lensa Lumix maupun Olympus.
Yang saya suka dari bodinya adalah ada kendali yang lengkap seperti dua roda dial, roda drive mode, tuas mode fokus dan banyak tombol Fn untuk kustomisasi. Adanya jendela bidik OLED 2,3 juta dot yang jernih, lalu ada built-in flash serta dudukan lampu kilat untuk memasang trigger maupun flash eksternal. Layar LCD berukuran 3 inci 1 juta dot di kamera ini bisa dilipat putar, dan bisa dilipat menutup ke dalam untuk melindungi layarnya saat disimpan. Baterai di bagian bawah disandingkan dengan slot SD card, keduanya dalam satu pintu. Kamera ini sudah menyediakan input mic untuk memasang mic eksternal, cocok untuk rekam video yang lebih serius.
Dari penggunaan roda dan tombol, saya akui penggantian setting cukup
terbantu dengan desain dua roda, plus adanya tombol di tengah roda bisa
dikonfigurasi misal untuk mengganti WB, ISO dll. Roda tuas drive mode
ditempatkan di kiri atas, mungkin jarang diputar-putar tapi saat kita
ingin ganti dari single shoot ke continuous shoot cukup putar roda ini. Selain itu pilihan 4K photo, bracketing dan self timer serta timelapse
ada juga di roda ini. Urusan auto fokus, G7 memiliki tuas mode AF yang
persis sama dengan di GH4 yaitu tiga pilihan mode (AF-S/AF-F, AF-C dan
MF) lalu ditengahnya ada tombol AE/AE lock yang bisa dikustomisasi jadi
tombol tertentu (saya lebih suka diubah jadi AF-ON).
Masuk ke dalamnya, kita akan temui sensor LiveMOS 16 MP dengan low pass filter (beda dengan generasi sekarang yang tanpa low pass filter), dengan performa ISO terendah di ISO 200 hingga ISO 25.600 dan kinerja shutter sampai 8 fps dan sync speed untuk flash hanya sampai 1/160 detik. Bagusnya disini disediakan opsi untuk shutter elektronik yang sama sekali tidak menggerakkan shutter sehingga tidak bersuara dan memperpanjang usia shutter juga. Shutter elektronik juga akan otomatis dipilih bila kita meminta shoot kontinu yang sangat cepat, meski tampilan live view akan non aktif saat foto diambil. Prosesor di Lumix G7 sudah cukup kuat untuk mengolah banyak hal seperti 4K photo, video 4K, live view berbagai filter digital hingga memproses data yang banyak dengan cepat. Untuk mengimbanginya disarankan memakai kartu memori berkecepatan tinggi.
Kinerja yang saya ingin coba dari kamera ini salah satunya adalah auto fokus. Berbekal teknologi DFD, waktu yang diperlukan untuk mendapat fokus termasuk sangat cepat, lebih cepat dari kamera sebelumnya G6. Terdapat banyak pilihan mode auto fokus di G7, seperti AF-F dan AF-C untuk benda bergerak, lalu kita bisa atur area fokusnya mau auto, satu area, deteksi wajah, tracking hingga membuat sendiri area fokus sesuai keinginan. Tapi dalam banyak hal saya justru terbantu oleh kemudahan menyentuh area di layar untuk memilih fokus. Kamera ini bisa fokus di keadaan gelap sampai -4 Ev. Fitur lain yang menarik adalah Post focus, yaitu kita bisa memilih fokus foto belakangan. Caranya yaitu kamera merekam video 4K pendek yang meliputi semua area fokus, lalu setelah itu kita pilih foto yang kita mau dengan menyentuh area yang ingin tampak fokus di layar, kemudian akan disimpan sebagai foto 8 MP.
Bicara pengaturan kamera, selain tombol yang disediakan, juga ada 5
tombol fisik yang bisa dikustomisasi, disebut tombol Fn. Biasanya Fn1
untuk kompensasi eksposur, Fn2 untuk Quick menu, Fn3-4-5 bebas kita atur
sendiri. Kalau kurang puas, bisa ditambah Fn6 hingga Fn9 namun berupa soft button alias menyentuh layar. Pemula yang merasa bingung dengan banyaknya kendali di kamera ini bisa memilih mode Auto (iA) atau Scene mode,
juga tersedia efek kreatif berupa filter digital seperti old days, pop
photo, monochrome dll. Untuk videonya bisa langsung dari mode mana saja,
atau bagi yang mau lebih serius ada mode Manual movie dengan kebebasan
mengatur shutter speed, aperture dan ISO yang diinginkan. Bicara movie,
ada pilihan format AVCHD dan MP4, dan untuk kualitas 4K 3840×2160 25p
kita perlu pakai yang MP4. Bila penasaran dengan bitrate format
MP4 kamera ini adalah 100 Mbps untuk 4K, 28 Mbps untuk 1080 50p dan 20
Mbps untuk 1080 25p yang mana termasuk standar untuk kualitas yang baik.
Pengaturan audionya ada level mic, mic limiter dan fitur pengurang derau angin.
Bicara pengaturan kamera, selain tombol yang disediakan, juga ada 5 tombol fisik yang bisa dikustomisasi, disebut tombol Fn. Biasanya Fn1 untuk kompensasi eksposur, Fn2 untuk Quick menu, Fn3-4-5 bebas kita atur sendiri. Kalau kurang puas, bisa ditambah Fn6 hingga Fn9 namun berupa soft button alias menyentuh layar. Pemula yang merasa bingung dengan banyaknya kendali di kamera ini bisa memilih mode Auto (iA) atau Scene mode, juga tersedia efek kreatif berupa filter digital seperti old days, pop photo, monochrome dll. Untuk videonya bisa langsung dari mode mana saja, atau bagi yang mau lebih serius ada mode Manual movie dengan kebebasan mengatur shutter speed, aperture dan ISO yang diinginkan. Bicara movie, ada pilihan format AVCHD dan MP4, dan untuk kualitas 4K 3840×2160 25p kita perlu pakai yang MP4. Bila penasaran dengan bitrate format MP4 kamera ini adalah 100 Mbps untuk 4K, 28 Mbps untuk 1080 50p dan 20 Mbps untuk 1080 25p yang mana termasuk standar untuk kualitas yang baik. Pengaturan audionya ada level mic, mic limiter dan fitur pengurang derau angin.
Kesan dan opini saya
Dari beberapa kali saya mencoba kamera ini impresinya terasa positif, baik dari interaksi saya dengan kamera, kinerja dan hasil fotonya termasuk baik. Tampilan Menu dan Quick menu khas Panasonic tidak terlalu asing bagi saya, sedikit rumit tapi lama-lama akan terbiasa. Tombol dan roda terasa fungsional dan pas, hanya kurang beberapa hal kecil seperti tidak ada fitur Auto ISO yang berbasis minimum shutter speed, dan tidak ada tombol untuk langsung memotret pakai RAW. Grip terasa cukup pas, jauh lebih nyaman daripada saya menggenggam kamera mirrorless lain yang lebih kecil misal GX85 atau EOS M3. Informasi di LCD memang terasa ‘ramai’ apalagi kalau diaktifkan semua seperti touch tab (di sisi kanan), histogram, level horizon dan mic indicator, maka tampilan di layar akan terlihat penuh sesak.
Dari hasil foto saya merasa cukup puas dengan kemampuan sensor yang mampu menangkap gradasi, warna dan detail dengan baik, meski tentu tergantung dari lensa apa yang dipakai juga. Karena sensor 16 MP di G7 ini masih pakai low pass filter maka ketajaman yang dihasilkan sedikit kalah dengan sensor modern seperti GX85 atau G85. Memang karena ukurannya, sensor G7 (dan semua kamera micro 4/3 lainnya) di ISO tinggi (diatas ISO 1600) akan muncul noise yang lebih banyak dari kamera lain dengan sensor lebih besar seperti APS-C atau full frame. Tapi selama ISO dijaga dibawah ISO 1000 maka kualitas gambarnya masih bisa diandalkan. Yang saya suka dari kamera G7 adalah banyaknya pengaturan parameter gambar supaya sesuai gaya editing kita, mencegah untuk banyak edit lagi setelah memotret. Selain ada berbagai Photo style yang bisa diatur lagi tingkat sharpness, contras dan saturation, juga ada banyak pengaturan lainnya.
Misal ada pengaturan curve (Shadow highlight) dan bisa disimpan sebagai preset, lalu ada peningkat ketajaman (inteligent Resolution), mengatasi vinyet (shading compensation), dan inteligent dynamic range untuk kontras tinggi. Bahkan kita bisa memilih digital tele converter untuk menambah jangkauan lensa asal pilihan megapikselnya diturunkan (mirip seperti cropping, tapi ini langsung jadi). Yang agak mengejutkan adalah fasilitas bonusnya berlimpah, seperti timelapse, panorama, multiple eksposur hingga pengubahan dari RAW ke JPG yang banyak parameter editing sehingga membantu saat jauh dari laptop tapi ingin segera edit foto RAW. Hadirnya teknologi 4K photo dan post focus akan membantu saat kita memerlukannya.
Berikut foto yang saya ambil beserta penjelasan singkatnya :
http://www.infofotografi.com/blog/wp-content/uploads/2017/07/P1000294-iso-tinggii-1024x769.jpg
Kesimpulan
Sebelum ke kesimpulan tentang review Lumix G7 ini, saya singgung sedikit kenapa format kamera micro 4/3 yang diusung Panasonic dan Olympus ini bakal tetap kompetitif meski ada sistem APS-C atau full frame dari merk lain. Salah satu jawabannya adalah karena sensor Micro 4/3 yang lebih kecil dari sensor lain membuat desain lensa jadi bisa dibuat kecil tanpa banyak mengurangi kualitasnya. Sehingga ukuran kamera dan lensa jadi lebih proporsional, tidak besar lensa daripada kameranya. Ini membantu sekali untuk travel, atau foto sport, candid, satwa yang butuh fokal ekstra panjang tanpa harus memakai lensa yang sangat besar.
Sulit menemukan produk yang setara dengan Lumix G7 ini di kisaran harga sekarang, dengan 7 jutaan plus lensa kit 14-42mm OIS, kamera ini meski sudah agak lama tapi fiturnya tetap mumpuni. Biasanya kita sering terfokus pada hal-hal utama dari sebuah kamera, seperti sensornya, tapi tidak memperhatikan hal-hal lainnya yang mungkin esensial. Lumix G7 menurut saya seimbang di semua lini, dari hasil foto yang baik (sensor 16 MP Live MOS Micro 4/3), kinerja yang cepat (fokus DFD, 8 fps, prosesor cepat), pengoperasian yang mudah (berkat tombol, roda dan layar sentuh) dan banyak bonus (post focus, shutter elektronik, video 4K). Kecepatan proses data di jaman modern ini dimanfaatkan dengan baik oleh Panasonic sehingga bisa menawarkan fitur yang tidak terbayang sebelumnya seperti 4K photo, post focus, koreksi gambar otomatis dan sebagainya.
Kelemahan kamera ini saya anggap masih wajar untuk kisaran harganya. Setelah ada penerusnya yaitu G85 (13 jutaan), kita akhirnya melihat betapa fitur 5 axis IS (stabilizer di sensor) pada G85 memang lebih membantu, juga bodi G85 yang lebih kekar dan tahan cuaca membuat G7 ini terasa ada yang kurang. Selain itu kekurangan minor lain diantaranya belum mendukung USB charging, flash sync yang cuma 1/160 detik dan Auto ISO yang basic saya anggap bukan masalah berarti.
Masuk ke segmen mana sih sebetulnya alat potret G7 ini? Yang pasti dia adalah kamera mirrorless, dengan sensor Micro Four Thirds, desain mirip DSLR dalam bentuk mini (yang artinya ada jendela bidik dan punya grip yang cukup dalam). Kabar baik dari pemotret modern adalah meski dibuat 3 tahun lalu, banyak fitur dan kemampuannya masih bisa disejajarkan dengan kamera terbaru, karena teknologi yang semakin matang belakangan ini. Jadi fitur khas Lumix seperti post focus, 4K photo, DFD auto fokus hingga 4K video juga tersedia. Disamping itu dukungan layar LCD yang articulated (bisa dilipat ke samping dan bisa diputar) menambah kebebasan angle baik memotret atau rekam video, dan tentunya sudah touch screen.
Kita tinjau kamera Lumix G7 ini dari fisik luarnya dulu ya. Bodi G7 memang tidak kecil, banyak mirrorless lain yang lebih kecil dari G7, tapi dia juga tidak sebesar DSLR. Kamera berbobot setengah kilogram ini berbahan polikarbonat plastik yang dilapisi tekstur karet yang membuatnya mantap digenggam (tidak licin). Di bagian depan ada mount lensa Micro 4/3 yang bisa dipasang sistem lensa Lumix maupun Olympus.
Yang saya suka dari bodinya adalah ada kendali yang lengkap seperti dua roda dial, roda drive mode, tuas mode fokus dan banyak tombol Fn untuk kustomisasi. Adanya jendela bidik OLED 2,3 juta dot yang jernih, lalu ada built-in flash serta dudukan lampu kilat untuk memasang trigger maupun flash eksternal. Layar LCD berukuran 3 inci 1 juta dot di kamera ini bisa dilipat putar, dan bisa dilipat menutup ke dalam untuk melindungi layarnya saat disimpan. Baterai di bagian bawah disandingkan dengan slot SD card, keduanya dalam satu pintu. Kamera ini sudah menyediakan input mic untuk memasang mic eksternal, cocok untuk rekam video yang lebih serius.
Spesifikasi Mirrorless Panasonic Lumix G7 :
Body type | |
Body type | SLR-style mirrorless |
Sensor | |
Max resolution | 4592 x 3448 |
Other resolutions | 4592 x 3448, 3232 x 2424, 2272 x 1704, 1824 x 1368 |
Image ratio w:h | 1:1, 4:3, 3:2, 16:9 |
Effective pixels | 16 megapixels |
Sensor photo detectors | 17 megapixels |
Sensor size | Four Thirds (17.3 x 13 mm) |
Sensor type | CMOS |
Color space | sRGB, Adobe RGB |
Color filter array | Primary color filter |
Image | |
ISO | Auto, 160, 200, 400, 800, 1600, 3200, 6400, 12800, 25600 |
White balance presets | 5 |
Custom white balance | Yes (2) |
Image stabilization | Unknown |
Uncompressed format | RAW |
File format | RAW, RAW + Fine, RAW + Standard, JPEG Fine, JPEG Standard, MPO + Fine, MPO + Standard (with 3D lens in Micro Four Thirds System standard) |
Optics & Focus | |
Autofocus | Contrast Detect (sensor), Multi-area, Selective single-point, Tracking, Single, Continuous, Touch, Face Detection, Live View |
Autofocus assist lamp | Yes |
Digital zoom | No (2x, 4x) |
Manual focus | Yes |
Number of focus points | 49 |
Lens mount | Micro Four Thirds |
Focal length multiplier | 2× |
Screen / viewfinder | |
Articulated LCD | Fully articulated |
Screen size | 3″ |
Screen dots | 1,040,000 |
Touch screen | Yes |
Screen type | TFT Color LCD with wide-viewing angle |
Live view | Yes |
Viewfinder type | Electronic |
Viewfinder coverage | 100% |
Viewfinder magnification | 1.4× |
Viewfinder resolution | 2,360,000 |
Photography features | |
Minimum shutter speed | 60 sec |
Maximum shutter speed | 1/16000 sec |
Exposure modes | Program, Aperture Priority, Shutter Priority, Manual |
Scene modes | Clear Portrait, Silky Skin, Backlit Softness, Clear in Backlight, Relaxing Tone, Sweet Child's Face, Distinct Scenery, Bright Blue Sky, Romantic Sunset Glow, Vivid Sunset Glow, Glistening Water, Clear Nightscape, Cool Night Sky, Warm Glowing Nightscape, Artistic Nightscape, Glittering Illuminations, Clear Night Portrait, Soft Image of a Flower, Appetizing Food, Cute Dessert, Freeze Animal Motion, Clear Sports Shot, Monochrome |
Built-in flash | Yes (Pop-up) |
Flash range | 9.30 m |
External flash | Yes (Hot-shoe) |
Flash modes | Auto, On, Off, Red-Eye, Slow Sync |
Flash X sync speed | 1/160 sec |
Continuous drive | 7.0 fps |
Self-timer | Yes (2 or 10 sec, 10 sec (3 images)) |
Metering modes | Multi |
Center-weighted | |
Spot | |
Exposure compensation | ±5 (at 1/3 EV steps) |
AE Bracketing | ±3 (3, 5, 7 frames at 1/3 EV, 2/3 EV, 1 EV steps) |
WB Bracketing | Yes (3 frames in either blue/amber or magenta/green axis) |
Videography features | |
Resolutions | 3840 x 2160 (30, 25, 24, 20fps) 1920 x 1080 (60, 50, 30, 25fps) 1280 x 720 (60, 50, 30, 25fps), 640 x 480 (30, 25 fps) |
Format | MPEG-4, AVCHD |
Microphone | Stereo |
Speaker | Mono |
Storage | |
Storage types | SD/SDHC/SDXC |
Connectivity | |
USB | USB 2.0 (480 Mbit/sec) |
HDMI | Yes (microHDMI TypeD) |
Microphone port | Yes |
Wireless | Built-In |
Physical | |
Environmentally sealed | No |
Battery | Battery Pack |
Battery description | Lithium-Ion rechargeable battery & charger |
Battery Life (CIPA) | 350 |
Weight (inc. batteries) | 410 g (0.90 lb / 14.46 oz) |
Dimensions | 125 x 86 x 77 mm (4.92 x 3.39 x 3.03″) |
Other features | |
Orientation sensor | Yes |
GPS | None |
Masuk ke dalamnya, kita akan temui sensor LiveMOS 16 MP dengan low pass filter (beda dengan generasi sekarang yang tanpa low pass filter), dengan performa ISO terendah di ISO 200 hingga ISO 25.600 dan kinerja shutter sampai 8 fps dan sync speed untuk flash hanya sampai 1/160 detik. Bagusnya disini disediakan opsi untuk shutter elektronik yang sama sekali tidak menggerakkan shutter sehingga tidak bersuara dan memperpanjang usia shutter juga. Shutter elektronik juga akan otomatis dipilih bila kita meminta shoot kontinu yang sangat cepat, meski tampilan live view akan non aktif saat foto diambil. Prosesor di Lumix G7 sudah cukup kuat untuk mengolah banyak hal seperti 4K photo, video 4K, live view berbagai filter digital hingga memproses data yang banyak dengan cepat. Untuk mengimbanginya disarankan memakai kartu memori berkecepatan tinggi.
Kinerja yang saya ingin coba dari kamera ini salah satunya adalah auto fokus. Berbekal teknologi DFD, waktu yang diperlukan untuk mendapat fokus termasuk sangat cepat, lebih cepat dari kamera sebelumnya G6. Terdapat banyak pilihan mode auto fokus di G7, seperti AF-F dan AF-C untuk benda bergerak, lalu kita bisa atur area fokusnya mau auto, satu area, deteksi wajah, tracking hingga membuat sendiri area fokus sesuai keinginan. Tapi dalam banyak hal saya justru terbantu oleh kemudahan menyentuh area di layar untuk memilih fokus. Kamera ini bisa fokus di keadaan gelap sampai -4 Ev. Fitur lain yang menarik adalah Post focus, yaitu kita bisa memilih fokus foto belakangan. Caranya yaitu kamera merekam video 4K pendek yang meliputi semua area fokus, lalu setelah itu kita pilih foto yang kita mau dengan menyentuh area yang ingin tampak fokus di layar, kemudian akan disimpan sebagai foto 8 MP.
http://www.infofotografi.com/blog/wp-content/uploads/2017/07/Panasonic-720992944-dmc-g7_feature_eu_2-2-4_20151124-1024x555.jpg |
Bicara pengaturan kamera, selain tombol yang disediakan, juga ada 5 tombol fisik yang bisa dikustomisasi, disebut tombol Fn. Biasanya Fn1 untuk kompensasi eksposur, Fn2 untuk Quick menu, Fn3-4-5 bebas kita atur sendiri. Kalau kurang puas, bisa ditambah Fn6 hingga Fn9 namun berupa soft button alias menyentuh layar. Pemula yang merasa bingung dengan banyaknya kendali di kamera ini bisa memilih mode Auto (iA) atau Scene mode, juga tersedia efek kreatif berupa filter digital seperti old days, pop photo, monochrome dll. Untuk videonya bisa langsung dari mode mana saja, atau bagi yang mau lebih serius ada mode Manual movie dengan kebebasan mengatur shutter speed, aperture dan ISO yang diinginkan. Bicara movie, ada pilihan format AVCHD dan MP4, dan untuk kualitas 4K 3840×2160 25p kita perlu pakai yang MP4. Bila penasaran dengan bitrate format MP4 kamera ini adalah 100 Mbps untuk 4K, 28 Mbps untuk 1080 50p dan 20 Mbps untuk 1080 25p yang mana termasuk standar untuk kualitas yang baik. Pengaturan audionya ada level mic, mic limiter dan fitur pengurang derau angin.
Kesan dan opini saya
Dari beberapa kali saya mencoba kamera ini impresinya terasa positif, baik dari interaksi saya dengan kamera, kinerja dan hasil fotonya termasuk baik. Tampilan Menu dan Quick menu khas Panasonic tidak terlalu asing bagi saya, sedikit rumit tapi lama-lama akan terbiasa. Tombol dan roda terasa fungsional dan pas, hanya kurang beberapa hal kecil seperti tidak ada fitur Auto ISO yang berbasis minimum shutter speed, dan tidak ada tombol untuk langsung memotret pakai RAW. Grip terasa cukup pas, jauh lebih nyaman daripada saya menggenggam kamera mirrorless lain yang lebih kecil misal GX85 atau EOS M3. Informasi di LCD memang terasa ‘ramai’ apalagi kalau diaktifkan semua seperti touch tab (di sisi kanan), histogram, level horizon dan mic indicator, maka tampilan di layar akan terlihat penuh sesak.
Dari hasil foto saya merasa cukup puas dengan kemampuan sensor yang mampu menangkap gradasi, warna dan detail dengan baik, meski tentu tergantung dari lensa apa yang dipakai juga. Karena sensor 16 MP di G7 ini masih pakai low pass filter maka ketajaman yang dihasilkan sedikit kalah dengan sensor modern seperti GX85 atau G85. Memang karena ukurannya, sensor G7 (dan semua kamera micro 4/3 lainnya) di ISO tinggi (diatas ISO 1600) akan muncul noise yang lebih banyak dari kamera lain dengan sensor lebih besar seperti APS-C atau full frame. Tapi selama ISO dijaga dibawah ISO 1000 maka kualitas gambarnya masih bisa diandalkan. Yang saya suka dari kamera G7 adalah banyaknya pengaturan parameter gambar supaya sesuai gaya editing kita, mencegah untuk banyak edit lagi setelah memotret. Selain ada berbagai Photo style yang bisa diatur lagi tingkat sharpness, contras dan saturation, juga ada banyak pengaturan lainnya.
Misal ada pengaturan curve (Shadow highlight) dan bisa disimpan sebagai preset, lalu ada peningkat ketajaman (inteligent Resolution), mengatasi vinyet (shading compensation), dan inteligent dynamic range untuk kontras tinggi. Bahkan kita bisa memilih digital tele converter untuk menambah jangkauan lensa asal pilihan megapikselnya diturunkan (mirip seperti cropping, tapi ini langsung jadi). Yang agak mengejutkan adalah fasilitas bonusnya berlimpah, seperti timelapse, panorama, multiple eksposur hingga pengubahan dari RAW ke JPG yang banyak parameter editing sehingga membantu saat jauh dari laptop tapi ingin segera edit foto RAW. Hadirnya teknologi 4K photo dan post focus akan membantu saat kita memerlukannya.
Berikut foto yang saya ambil beserta penjelasan singkatnya :
Scene mode Food |
Creative filter Sunset |
Kesimpulan
Sebelum ke kesimpulan tentang review Lumix G7 ini, saya singgung sedikit kenapa format kamera micro 4/3 yang diusung Panasonic dan Olympus ini bakal tetap kompetitif meski ada sistem APS-C atau full frame dari merk lain. Salah satu jawabannya adalah karena sensor Micro 4/3 yang lebih kecil dari sensor lain membuat desain lensa jadi bisa dibuat kecil tanpa banyak mengurangi kualitasnya. Sehingga ukuran kamera dan lensa jadi lebih proporsional, tidak besar lensa daripada kameranya. Ini membantu sekali untuk travel, atau foto sport, candid, satwa yang butuh fokal ekstra panjang tanpa harus memakai lensa yang sangat besar.
Sulit menemukan produk yang setara dengan Lumix G7 ini di kisaran harga sekarang, dengan 7 jutaan plus lensa kit 14-42mm OIS, kamera ini meski sudah agak lama tapi fiturnya tetap mumpuni. Biasanya kita sering terfokus pada hal-hal utama dari sebuah kamera, seperti sensornya, tapi tidak memperhatikan hal-hal lainnya yang mungkin esensial. Lumix G7 menurut saya seimbang di semua lini, dari hasil foto yang baik (sensor 16 MP Live MOS Micro 4/3), kinerja yang cepat (fokus DFD, 8 fps, prosesor cepat), pengoperasian yang mudah (berkat tombol, roda dan layar sentuh) dan banyak bonus (post focus, shutter elektronik, video 4K). Kecepatan proses data di jaman modern ini dimanfaatkan dengan baik oleh Panasonic sehingga bisa menawarkan fitur yang tidak terbayang sebelumnya seperti 4K photo, post focus, koreksi gambar otomatis dan sebagainya.
Kelemahan kamera ini saya anggap masih wajar untuk kisaran harganya. Setelah ada penerusnya yaitu G85 (13 jutaan), kita akhirnya melihat betapa fitur 5 axis IS (stabilizer di sensor) pada G85 memang lebih membantu, juga bodi G85 yang lebih kekar dan tahan cuaca membuat G7 ini terasa ada yang kurang. Selain itu kekurangan minor lain diantaranya belum mendukung USB charging, flash sync yang cuma 1/160 detik dan Auto ISO yang basic saya anggap bukan masalah berarti.