DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada pembahasan mengenai hak
demokrasi ini kita dapat mengerti bahwa segala bentuk aspek kehidupan di
Indonesia ini selalu mempunyai keinginan untuk melaksanakan demokrasi, namun
dengan penyesuaian konsep-konsep dan aturan-aturan operasionalnya menurut
kondisi kultur bangsa kita. Dan keinginan itu lahir ungkapan “Demokrasi
Indonesia” atau, lebih umum lagi “Demokrasi Pancasila”.
Secara teritoris, dorongan untuk
mengembangkan demokrasi menurut kondisi khusus suatu tempat adalah wajar
sekali. Sekalipun dasar paling prinsipil dari demokrasi itu universal, berlaku
unntuk semua tempat dan waktu, namun dalam rincian dan pelaksanaannya, juga
dalam institusinyayang menyangkut masalah structural dan procedural tertentu,
terdapat variasi yang cukup besar antara berbagai Negara demokrasi.
Berbagai pengalaman nasional yang
penuh trauma telah membuat para pemimpin Indonesia berpikir dan bekerja keras
untuk menemukan dan menerapkan suatu system yang diyakini paling cocok dengan
Pancasila dan bagi bangsa dalam tahap perkembangannya sebagai bangsa muda.
Banyak yang berpendapat bahwa system itu telah ditemukan, bahkan telah berjalan
dalam masa pemerintahan orde baru yang sampai sekarang sudah berlalu selama
tiga puluh tahun yang kemudian dikenal dengan epitet “Demokrasi
Pancasila”. Demokrasi yang kelak diklaim sebagai khas Indonesia inilahyang
selalu diterangkan sebagai system pemerintahan berdasarkan musyawarah dan
mufakat.
Oleh karena itu pada kesempatan ini
kita akan membahas demokrasi dalam pancasila yang mana didalamnya kita akan
mengetahui bagai mana cara berdemokrasi yang benar menurut dasar Negara kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Demokrasi
Demokrasi sangat penting bagi masyarakat untuk menggunakan
haknya dalam menentukan sendiri jalannya organisasi Negara. Demokrasi sebagai
dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa rakyat yang memberikan ketentuan
terakhir dalam masalah-masalah poko kehidupannya, termasuk menilai
kebijaksanaan Negara karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.
Meskipun dari berbagai pengertian demokrasi terlihat bahwa
rakyat mempunyai posisi sentral (rakyat berkuasa) tetapi dalam prakteknya
menurut Unesco disimpulkan bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous
(mempunyai arti ganda) dan setidak tidaknya ada ambiguity artinya adanya
ketidak tentuan engenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk
melaksanakan ide demokrasi atau mengenai keadaan kultural serta historis yang
mempengaruhi istilah ide dan praktek demokrasi. Hal ini dapat dilihat pada
Negara-negara yang sama-sama menganut asas demokrasi ternyata implementasinya
tidak sama.
B. Demokrasi sebagai Pandangan dan Tatanan Kehidupan Bersama.
Pelaksanaan demokrasi merupakan
proses panjang melalui pembiasaan, pembelajaran, dan penghayatan yang
membutuhkan dukungan social dan lingkungan demokratis.
Menurut Nurcholis Madjid, demokrasi
merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis, sehingga
harus diupayakan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan hidup
demokratis dapat bersandar pada bahan-bahan yang telah berkembang baik secara
teoritis maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya sudah
mapan.
Dari gambaran singkat itu jelas
tampak bahwa demokrasi bukanlah system sosial politik dengan konsep yang
tunggal. Hampir semua bangsa yang mempraktikkannya mempunyai pandangan,
pengertian dan cara-cara pelaksanaannya sendiri yang khas.
1.
Kesadaran akan pluralisme
Pengakuan
atas kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai
dan mengakomodasi berbagai pandangan seseorang atau kelompok lain sebagai
bagian dari kewajiban warga Negara dan Negara, untuk menjaga melindungi hak
orang lain agar diakui keberadaannya. Sebagai bangsa
yang ditakdirkan menjadi bangsa majemuk, warga Indonesia seharusnya memandang
kemajemukan itu rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang harus dipelihara dan
dilestarikan. Kemajemukan Indonesia dapat dijadikani modal potensial masa depan
demokrasi Indonesia.
2.
Musyawarah
Semangat
musyawarah menuntut agar setiap orang meneerima kemungkinan terjadinya Partial
functioning of ideals (pandangan dasar belum tentu dan tidak harus seluruh
keinginan atau pikiran seseorang/kelompok akan diterima dan dilaksanakan
sepenuhnya). Disini kita dapat memahami bahwa Pancasila telah memberi
pengarahan untuk selalu baermusyawarah dalam segala bentuk masalah, dan selalu
menerima
C. Demokrasi Pancasila
Secara etimologi demokrasi berasal
dari bahasa Yunani, demos artinya rakyat atau penduduk disuatu
tempat dan kratos/kratein artinya kekuasaan atau kedaulatan. Dari
dua kata tersebut manjadi istila demokrasi artinya suatu keadaan
Negara, dimana dalam system pemerintahannya kedaulatan berada ditangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Pancasila merupakan dasar Negara
yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia ini, yang mana Indonesia merupakan
Negara yang terkenal dengan kemajemukannya. Nilai-nilai pancasila juga bersifat
obyektif karena sesuai dengan kenyataan dan bersifat umum, sedangkan sifat
subyektif karena hasil pemikiran bangsa. Nilai pancasila secara obyektif antara
lain: bahwa inti pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
manusia baik dalm adat kebiasaan, kebudayaan, dan kehidupan keagamaan.
Demokrasi pancasila merupakan sebuah
demokrasi yang tersusun atas dasar pancasila, sehingga semua yang dilakukan
dalam hal demokrasi tidak lepas dari makna-makna pancasila. Indonesia merupakan
Negara majemuk, yang terdapat banyak berbagai suku dan adat di dalamnya, dan
saat ini bangsa Indonesia berusaha mempersatukan kemajemukan yang ada di
Indonesia demi terciptanya demokrasi yang sesuai dengan isi dalam Pancasila dan
demi perubahan yang positif dan menguntungkan bagi bangsa Indonesia. Dengan
demikian demokrasi Pancasila mengandung arti disamping nilai umum dituntut
nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku
manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia,
tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, peerintah dan masyarakat,
usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup.
Sampai saat ini demokrasi dianggap
sebagi system universal, tidak dapt dipungkiri bahwa demokrasi diakui merupakan
system yang paling menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Namun didalamnya masih
mengemban persoalan teologis antara Islam dan Demokrasi, karena sifatnya sangat
sekuler sedangkan Islam adalah ideology religious.
Beberapa pendapat tentang demokrasi
yaitu bahwa demokrasi adalah sebagai suatu system bermasyarakat dan bernegara
hakekat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik.
Dengan kata lain, sebagai pemerintahan ditangan rakyat mengandung pengertian
tiga hal:
a. Pemerintahan dari rakyat (government
of the people)
Memiliki pengertian bahwa suatu
pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan
dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi, pemilihan umum.
b. Pemerintahan oleh rakyat (government
from the people)
Memiliki pengertian bahwa suatu
pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan ats dorongan
pribadi elit Negara atau elit birokras. Selain itu dalam menjalankan kekuasaannya
pemerintah berada dalam pengawasan rakyatnya (social control). Pengawasan dapat
dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui para
wakilnya di parlemen.
c. Pemerintahan untuk rakyat
(government for the people)
Mengandung pengertian bahwa
kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk
kepentingan rakyat. Ketiga factor tersebut merupakan tolak ukur umum dari suatu
pemerintahan yang demokratis.
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki pengertian
sebagai berikut:
1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi
yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong yang ditujukan kepada
kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berdasarkan religious, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2.
Dalam demokrasi Pancasila, system
pengorganisasian Negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan
rakyat.
3.
Dalam demokrasi Pancasila kebebasan
individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab
sosial.
4.
Dalam demokrasi Pancasila,
keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa
Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi
mayoritas atau minoritas.
Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang
diterima dan dipakai oleh hamper seluruh Negara didunia. Ciri-ciri suatu
pemarintahan demokrasi adalah sebagai berikut :
1.
Adanya keterlibatan warga Negara
(rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak
langsung (perwakilan).
2.
Adanya pengakuan, penghargaan, dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga Negara).
3.
Adanya persamaan hak bagi seluruh
warga Negara dalam segala bidang.
4.
Adanya lembaga peradilan dan
kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegak hukum.
5 .
Adanya kebebasan dan kemerdekaan
bagi seluruh warga Negara.
6.
Adanya pers (media massa) yang
bebasuntuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan
pemerintah.
7.
Adanya pemilihan umum untuk memilih
wakil rakyat yang duduk dilembaga perwakilan rakyat.
8.
Adanya pemilihan umum yang bebas,
jujur, adil untuk menentukan pemimpin Negara dan pemerintahan serta anggota
lembaga perwakilan rakyat.
9 .
Adanya pengakuan perbedaan agama
(suku, agama, golongan, dan sebagainya)
Adapun fungsi demokrasi pancasila adalah sebagai berikut:
a .
Menjamin adanya keikut sertaan
rakyat dalam kehidupan bernegara
c.
Menjamin tetap tegaknya Negara
kesatuan RI yang mempergunakan system konstitusional.
d. Menjamin tetap tegaknya hukum yang
bersumber dari Pancasila.
e.
Menjamin adanya hubungan yang
selaras, serasi dan seimbang antara lembaga Negara.
f.
Menjamin adanya pemerintahan yang
bertanggung jawab.
D. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan,
memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu yang baik yang bersifat materi
maupun immateri. Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di
Barat.Bermula dari para pemikir Yunani kuno yang menggagas humanisme. Pandangan
humanism kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian
muncul berbagai kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan
hak-hak asasi manusia. Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
Declaration of Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk
melengkapi naskah tersebut. Secara garis besar, hak asasi manusia berisi
hak-hak dasar manusia untuk dilindungi, yang meliputi hak hidup, hak kebebasan,
hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll.
Dalam masalah ini telah dipaparkan
tentang HAM yaitu pada pembukaan UUD1945: “kebebasan adalah segala bangsa…..”.
Secara tidak langsung pembukaan itu telah membentuk suatu keyakinan bahwa
manusia mempunyai hak-hak asasi yang harus dilindungi.
Hubungan antara pembukaan UUD dengan
HAM sangatlah erat, karena dalam pembukaan UUD telah memperincikan secara
khusus kemerdekaan segala bangsa dan tujuan Negara kita. Perlakuan pemerintah
tentang hak-hak asasi manusia haruslah selalu dipentingkan, karena pada saat
pembentukan pembukaan UUD 1945 telah mencantumkan tentang hak-hak asasi,
sehingga dalam hal ini manusia dapat merasakan hak-hak mereka dengan layak. Hak
asasi merupakan hal yang sangat
HAM adalah hak yang melekat pada
diri manusia sebagai insan ciptaan Allah SWT, sepeti : hak hidup, keselamatan,
kebebasan dan kesamaaan sifatnya tidak boleh dilangar oleh siapapun. Ada lagi
yang berpendapat bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak
b.
Menjamin tetap tegaknya Negara
RI yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
1. Sejarah Perkembangan HAM
Puncak perkembangan hak-hak asasi
manusia yaitu ketika ‘Human Right’ itu untuk pertama kalinya
dirumuskan secara resmi dalam ‘Declaration of Independence’ Amerika
Serikat pada tahun 1776. Dalam deklarasi Amerika Serikat tertanggal 4 Juli 1776
tersebut dinyatakan bahwa seluruh umat manusia dikarunia oleh Tuhan Yang Maha
Esa beberapa hak yang tetap dan melekat padanya. Perumusan hak-hak asasi
manusia secara resmi kemudian menjadi dasar pokok konstitusi Negara Amerika
Serikat tahun 1787, yang mulai berlaku 4 maret 1789.
Perjuangan hak asasi manusia
tersebut sebenarnya telah diawali di Prancis sejak Rousseau, dan perjuangan itu
memuncak dalam revolusi Prancis , yang berhasil menetapkan hak-hak asasi
manusi dalam ‘Declaration des Droits L ‘Homme et du Citoyen’ yang
ditetapkan oleh Assemblee Nationale, pada 26 Agusts 1789. Semboyan
revolusi Prancis yang terkenal yaitu:
a. Librte (kemerdekaan),
b. Egalita (kesamarataan)
c. Fraternite (kerukunan atau persaudaraan)
Maka
menurut konstitusi Prancis yang dimaksud dengan hak-hak asasi manusia adalah:
hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan
dengan hakikatnya.
Doktrin tentang hak-hak asasi manusia sekarang ini suda
diterima secara universal sebagai bentuk ‘a moral, political, legal framework
and as a guideline’ dalam membangun dunia yang lebih damai dan bebas dari
ketakutan dan penindasan serta perlakuan yang tidak adil. Terhadap deklarasi
sedunia tentang hak-hak asasi manusia PBB tersebut, bangsa-bangsa sedunia
melalui wakil-wakilnya memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridis
formal walaupun realisasinya juga disesuaikan dengan kondisi serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam setiap Negara didunia ini.
Namun demikian dikukuhkanya naskah Universal Declaration
of Human Right ini, ternyata tidak cukup mampu untuk mencabut akar-akar
penindasan diberbagai Negara. Oleh karena
itu PBB secara terus-enerus berupaya untuk memperjuangkannya. Akhirnya setelah
kurang lebih 18 tahun kemudian, PBB berhasil juga melahirkan Convenant on
Economik, Social and cultural (perjanjian tentang, ekonomi, sosial dan
budaya) dan Convenant on civil and Political Right (Perjajian tentang
hak-hak sipil dan politik).
3. Masalah Hak-hak Asasi
Dalam persimpangan jalan pertumbuhan
dan perkembangan bangsa kita yang amat penting sekarang ini, prinsip-prinsip
kebebasan nurani dalam semangat kemanusiaan universal tersebut sungguh harus
mulai menjadi acuan serius bagi seluruh lapisan masarakat.
Biasanya manusia itu membandingkan
satu orang dengan orang lainnya karena factor sosial. Yang dimaksud dengan
factor sosial disini adalah tingkatan kedudukan seseorang, atau tingkat
materinya. Sehingga mereka sangat sulit untuk menyatukan hak-hak asasi demi
perubahan bangsa dan Negara kita ini. Masalah mengenai hak-hak asasi yang ada
di Indonesia ini biasanya dipicu oleh masalah agama yang begitu banyak,
sehingga terjadinya pluralitas di daerah-daerah tertentu. oleh karena itu saat
ini manusia sangat sulit untuk mengeluarkan suara atau hak demokrasi mereka.
Hal tersebut berpengaruh pada sulitnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
untuk menjadi yang terbaik, yang sebenarnya didalam pancasila telah di paparkan
yaitu pada sila ke 3 “Persatuan Indonesia”, yang berarti persatuan bangsa yang
mendiami wilayah bangsa yang didorong untuk mencapai kehidupan bangsa yang
bebas dalam Negara yang merdeka, berdaulat dan menghargai bangsa lain.
Dalam rentangan berdirinya bangsa
dan Negara Indonesia telah mengangkat hak-hak asasi manusia yang dicantumkan
dalam Pembukaan UUD 1945 alenia I: “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Secara
dasar filosofisnya hak asasi manusia bukanlah kebebasan individualis melainkan
menempatkan manusia dalam hubungannya dengan bangsa (makhluk sosial),
menciptakan keadialan dalam setiap negara, sehingga hak asasi manusia tidak
dapat dipisahkan dengan kewajiban asasi manusia.
Tiga pendekatan terhadap hak-hak
manusia seperti : otoritarianisme (formalisme), relativisme dan etika situas,
kesemuanaya memberi petunjuk bahwa “masyarakat bebas” sampai saat ini tetap
mencari nilai baku yang dapat diterima oleh semua pihak, dan salah satunya
menunjukkan kepada kita bahwa paham universal yang dapat kita sepakati saat ini
adalah etika situasi, sebagai jalan tengah darik dua pendekatan pertama.
Dalam sejarah ternyata formalism (filsafat Kant) dituding bertanggung jawab
terhadap kekacauan yang terjadi pada Perang Dunia I dan II begitu pula teori
relativisme dalam sejarahnya tidak dapat memuaskan Negara-negara berkembang dan
dunia ketiga menghantarkan kepada paham universal yang disepakati oleh banyak
bangsa didunia, berlaku secara global dan mendekati kebenaran bersama pada
zamannya.
E. Demokrasi dan HAM
Demokrasi berperan untuk menjadi metode yang implementatif
bagi pelaksanaan HAM. Karena itu demokrasi tersebut harus bersifat kultural,
sebagaimana muatannya, sebab tanpa inspirasi agama maupun tradisi, demokrasi
akan gagal oleh formalismenya sendiri. Karena itu ketika HAM harus diwujudkan
melalui perjuangan demokrasi, agama menjadi varian yang tidak bisa dihindari
sebagai fakta yang fundamental, sekaligus bersifat suplementer bagi proses
demokratisasi, khususnya di Negara kita, yang konon sangat religius.
Persoalannya, sejauh mana agama tidak terinstitusi dalam
formalisme demokrasi, dan sebaliknya demokrasi tidak menuntut liberalitasnya
atas wilayah-wilayah agama. Disini perlu penyelesaian ketegangan agama dan
demokrasi disatu pihak, dan pemberian wilayah HAM yang srategis agar agama
menjadi inspirasi bagi budaya demokrasi sementara HAM menjadi ruang public
untuk memberi kepaastian hukum dan lembaga peradilan nanti.
Netralisasi lembaga peradilan dari tekanan-tekanan kekuasaan
maupun intervensi eksternal, selain tidak akan memberikan kepastian hukum bagi
penegak HAM, juga melahirkan bentuk-bentuk aktivitas yang anarkis terhadap
hukum itu sendiri. Demokrasi juga bisa melahirkan anarkhisme, apabila demokrasi
mengabaikan institusi public yang menjadi saluran-salurannya, termasuk
penghormatan terhadap nilai-nilai moral agam yang berhubungan dengan
kemanusiaan.
Kita tidak menginginkan terjadinya dehumanisasi, karena
selain melanggar nilai-nilai HAM dan demokrasi, dehumanisasi adalah fakta
negative dalam sikap manusia paling primitive. Akan lebih menyakitkan lagi
manakala dehumanisasi itu atas nama agama, kemanusiaan, bahkan atas nama suatu
pemahaman demokrasi.
Disinilah perlunya mengangkat kembali sejumlah volume
universal agama, volume humanisme, dan volume penyelenggaraan Negara. Volume
keagamaan, akan menjadi dasar piramida
yang bersifat inspiratif, sementara nilai-nilai kemanusiaan menjadi ruang
public yang mempertemukan volume kultural dari pengalaman moral beragama dengan
kekuatan-kekuatan structural Negara, yang menjamin pelaksanaan hukum secara
adil. Karenanya, harus mencerminkan hak-hak public, agar demokrasi tidak
terkooptasi oleh kekuasaan..
0 Komentar: